Monday, July 16, 2012

UNSPOKEN

Sudah lebih dari sebulan sejak dini hari yang menyakitkan itu. Kmu semakin sibuk, hingga nyaris tidak ada komunikasi yang terjalin. Hanya bisa memandangmu dari kejauhan atau sekadar mendengar tawamu berderai bersama teman-temanmu. Menikmati indahmu dalam diamku. Kemudian kesempatan datang beberapa kali. Kesempatan untuk sekadar mengobrol berdua denganmu. Tapi yang kulakukan malah menyibukkan diri dan melengos di hadapanmu.
Hingga akhirnya kesempatan itu datang lagi. Hari sudah menjelang malam ketika aku sampai dan kmu masih tidur dengan pulasnya. Setelah mengumpulkan keberanian hampir setengah jam, akhirnya kubuka pintu kamarmu. Dan kmu masih saja tidur tanpa merasa terganggu sedikitpun.
Dalam hati ingin ikut berbaring di sampingmu. Namun yang kulakukan hanya duduk di sampingmu. Sembari memperhatikan wajah yang membuatku enggan beranjak sedikitpun. Tidak berapa lama kemudian kmu terbangun dan menyadari keberadaanmu. Awalnya sama-sama canggung mau ngobrol apa, kemudian mengalir begitu saja.
Tahukah kmu selama kita mengobrol, aku menahan diri untuk tidak menjatuhkan kepalaku di dadamu.
Aku rindu padamu. Rindu akan kebersamaan kita yang kini telah tiada. Tapi kmu tak pernah menyadarinya.
Sometimes are better left unspoken, aren’t they?

Friday, April 27, 2012

Menunggumu



Setiap melewat apotek K24, terutama di Kedungmundu, selalu mengingatkanku akan hari itu. Dimana kmu (entah dengan sukarela atau tidak) datang menjemputku yang salah naek angkot.
Hari itu aku baru pulang dari Boyolali, sampai di terminal sudah sore menjelang malam. Ternyata bus yang seharusnya sampai Penggaron, malah muter lewat Kedungmundu karena supirnya udah mau pulang. Si supir menyarankan padaku untuk naek angkot kecil, sampai Milo trus ganti naek angkot jurusan Penggaron. Tapi hari udah mulai malem dan terlalu capek buat pindah-pindah angkot, akhirnya ku memintamu untuk menjemputku. Tidak mudah meminta bantuanmu, harus mengumpulkan keberanian, harus berdebat dulu, tapi untungnya hari itu kmu mau sedikit mengalah.
Aku memutuskan menunggumu di depan Apotek K24. Selain terang, ada petugas parkirnya jadi gak nunggu sendirian, adalah supaya kmu mudah menemukanku. Menunggumu sebenarnya tak terlalu lama, mungkin tidak sampai 30 menit. Tapi karena ini adalah pertama kalinya nyasar di daerah yang belum pernah ku tahu, 30 menit terasa berjam-jam lamanya.
 Tak terkira senangnya hati ini saat melihatmu datang. Mungkin buatmu biasa aja tapi buatku itu melegakan sekali. Tahukah kau bahwa saat itu sebenernya aku sangat takut, takut gak bisa pulang, takut kmu berubah pikiran dan gak jadi dating. Aku sudah sangat capek, sudah sangat lapar. Tapi setelah melihatmu datang, semua rasa takut itu lenyap. Apalagi ngeliat kmu dateng pke motor pinjeman (vixion kalo gak salah) keren juga. Tahukah kmu, sepanjang jalan itu sebenenrnya aku pengen banget meluk kmu sebagai ungkapan terima kasihku. Tapi aku tau itu tidak boleh dilakukan, jadi kuurungkan niatku itu, aku harus puas hanya memandangi punggungmu yang entah kapan bisa kulihat lagi (baca : diboncengin kmu lagi).
Life never seems to be the way i want it, but i live it the best way i can

Thursday, April 26, 2012

Sun Sayang



Senin pagi, aku berangkat dari rumah menuju tempatku menimba ilmu. Perjalanan 1,5 jam dengan jalanan yang penuh sesak, nyaris macet, dan tentunya membutuhkan konsentrasi untuk tetap selamat sampai tempat tujuan. Setelah 1,5 jam yang melelahkan, bukannya beristirahat tapi langsung diteruskan dengan kuliah yang padat merayap hingga sore menjelang.
Niat hati begitu selesai kuliah, istirahat sebentar. Tapi terkadang niat dapat dikalahkan oleh keberadaanmu. Sore itu, awalnya kmu cuma bertanya apakah tugasmu sudah benar, sudah sesuai dengan yang dimaksudkan. Meskipun sudah teramat letih, tapi melihatmu kebingungan seperti itu, aku menyerah untuk menyanggupi membantu tugasmu.
Dan benar saja, tugas yang kmu buat jauh dari yang diharapkan. Tugasnya adalah mencari 5 jurnal yang bertema sama kemudian membuat reviewnya. Akhirnya kita pergi bersama ke warnet mencari jurnal, kemudian mereviewnya satu persatu. Setelah tugas selesai bukannya istirahat, kita malah menonton film hingga larut malam.
Keesokan harinya aku demam tinggi. Kmu menanyakan keadaanku, aku menjawab kalo aku akan baik-baik saja, tinggal minum penurun panas pasti beres. Tapi ternyata 2 hari kemudian demamku belum turun juga, malah makin drop tapi masih memaksakan kuliah.
Hingga akhirnya aku menyerah dan memutuskan akan ke dokter. Sepulang kuliah, aku menunggu temanku yang akan mengantarku, karena aku tidak sanggup naik motor sendiri. Kmu menemaniku menunggu temanku. Kmu sempat bertanya kenapa tidak memintamu untuk mengantar, tapi aku menjawab karena yang tahu tempat praktek dokternya hanya temanku itu. Akhirnya kmu mengalah dan menemaniku sambil sesekali menggodaku agar tersenyum.
Tiba-tiba kmu sebuah kalimat meluncur darimu, “tak sun wae mengko kan mari”. Belum sempat ku menjawab, bibirmu sudah mendarat di keningku, cukup lama dan entah mengapa aku juga tidak berusaha menolaknya. Merasakan bibirmu yang basah membuat sedikit rasa nyaman pada keningku yang panas. Entah obat dari dokternya yang langsung bekerja pada tubuhku atau karena sun darimu itu, keesokan harinya, meskipun belum benar-benar sembuh, tapi setidaknya hari itu aku mampu bertahan praktikum selama 4 jam tanpa merasa lemas sama sekali. Mungkin kmu memang tidak bisa menjagaku saat ku sakit, namun melihat senyummu saja sudah menjadi obat yang paling ampuh untukku. Dan semenjak hari itu ada yang berbeda dengan kita. Entah mau disebut apa, yang jelas aku menikmati setiap saat yang ku habiskan bersamamu, setiap detik ketika kau menggangguku dengan candaanmu atau dengan tugas-tugasmu, aku menikmati setipa rindu yang muncul bila ku jauh darimu, aku pun menikmati rasa sakit saat kmu bersama kekasihmu.
Aku rindu diciummu perlahan hingga pipiku memerah, kmu tau aku suka itu

Hanya Sebuah Kancing Baju



Hari itu kmu mau berangkat. Satu kancing bajumu lepas namun kau biarkan. Kau selalu menutupinya dengan jaket atau sweater.
Tapi hari itu tidak seperti biasanya, kmu meminjam peniti padaku. Maka kupinjamkan sebuah peniti berwarna biru dengan garis putih ditengahnya. Kemudian kmu protes, penitinya gak matching dengan baju putih dan celana hitammu. Dasar cowok, gak pernah mau ribet, padahal kan tinggal dibalik penitinya di dalam jadi gak kliatan, kmu pun memintaku untuk memasangkannya.
Tahukah kmu, tanganku bergetar saat mengaitkan peniti di bajumu. Menyentuh kulit perutmu yang dingin dan mencium wangi khas dirimu dari jarak yang sangat dekat ^.^
Beberapa hari kemudian, aku bertemu baju itu lagi, baju yang hilang satu kancingnya. Tanpa meminta ijinmu, ku ambil jarum dan benang jahit. Lalu ku ambil kancing bagian leher untuk meggantikan kancing yang hilang.
Aku menjahitnya untukmu tanpa kmu minta, tanpa peduli kmu sudah ada yang punya, tanpa peduli kmu akan berterima kasih atau tidak, tanpa peduli betapa jahatnya kmu padaku.  Entah kmu tau atau tidak, tapi aku sangat senang bisa menjahitkan kancing bajumu. Entah kmu menyadarinya atau tidak, ada rasa yang perlahan tapi pasti mulai tumbuh dalam relung hati ini, rasa tidak ingin jauh darimu atau mungkin rasa ingin memilikimu seutuhnya.

Addicted to game, Addicted to you



Bagaimana sebuah game dapat mendekatkan dua makhluk yang berbeda jenis? Mendekatkan dua pribadi yang berlainan sisi menjadi sepakat. Menyamakan seleradua pribadi yang jauh bertolak belakang. Mengubah underestimate person menjadi unforgettable person. Mengubah sudut pandang seseorang dengan sikap dan perhatian.
Berawal dari sebuah game berisi zombie yang harus dibunuh dengan menanam peapod yang akan menembaki zombie tersebut hingga mati. Tidak sulit memang namun lumayanlah untuk mengusir penat.
Entah gamenya yang mudah atau karena ada kmu. Bersaing untuk menyelesaikan semua level, hingga mengorbankan waktu istirahat, terasa begitu menyenangkan. Apalagi kalo maennya sambil ditungguin kmu, ah sudah pasti konsentrasiku buyar. Belum lagi kalo levelmu lebih tinggi dariku, tak jarang kmu mengejekku, tapi ejekan sayang tentunya. Mungkin saat itu aku belum menyadarinya, dekat denganmu menjadi suatu kebutuhan untukku di kemudian hari.
Game ini membuatku ketagihan untuk terus bermain, kmu membuatku ketagihan untuk terus dekat denganmu.

Sunday, April 8, 2012

Rindu


Apa sih rindu itu ?
Ada yang bilang rindu itu ruang kosong di sudut hati yang tidak lagi kmu isi.
Ada yang bilang rindu itu kalo udah lama gak ktemu pujaan hati.
Ada yang bilang rindu itu bisa hilang hanya dengan melihat sekilas pujaan hati.
Atau mendengar suaranya lewat telepon.
Atau hanya mendapat pesan singkat darinya (yang mungkin saja bukan ditulis olehnya).

Tapi bagaimana kalo tiap hari melihatnya, tanpa ia melihat balik padamu.
Tapi bagaimana kalo tiap hari mendengar suaranya, tapi berbicara dengan orang lain, bukan bicara denganmu.
Tapi bagaimana kalo tiap hari mendengar tawanya, tapi bukan tawa bersamamu.
Masihkah rindu?
Jawabannya : MASIH

Apa mungkin lebih baih berjauhan, sehingga ada alasan untuk sekadar berkirim pesan singkat atau telepon?
Apa mungkin lebih baik dekat, bisa menatapnya namun tetap tak bisa menyentuhnya?
Apa mungkin harus menjadi egois agar rindu ini menemukan jawabannya?
Apa rindu ini harus kutitipkan pada angin agar bertiup ke arahmu?
Apa mungkin harus memutus semua urat malu agar bisa menyampaikan rindu ini padamu?
Apa mungkin harus diam saja hingga rindu ini menguap sendiri?

Teruntuk lelaki sembilan maret seribu sembilan ratus sekian. Dari perempuan yang selalu merindukanmu.


Monday, March 26, 2012

Entah


Entah,  berapa kali harus kutulis cerita tentangmu.
Entah, berapa banyak sms yang harus ku kirim hingga kau mau membalasnya.
Entah, berapa banyak kode yang harus ku tebar agar kau membalas rinduku.
Entah, berapa malam yang ku habiskan untuk menunggumu, memastikan kau pulang dan tidur dengan nyenyak.
Entah, berapa banyak waktu yang ku sesali karena mengacuhkanmu.
Entah, berapa banyak kesempatan yang ku curi untuk dapat sejenak memandangi lekuk wajahmu, sekedar menikmati senyummu dari kejauhan.
Entah, berapa banyak pagi yang selalu ku gantungi harapan agar bisa bersamamu sepanjang hari.
Entah, berapa kali aku harus menahan angan untuk menculikmu, menjadikanmu tawanan hatiku seumur hidup.
Entah, berapa banyak tugas yang terbengkalai karena sibuk merindukanmu.
Entah berapa banyak caci maki untukmu, yang tak pernah sanggup ku ungkapkan.
Entah, berapa kali aku menertawakan kebodohanku, bodoh karena mengharapkanmu.
Entah, berapa banyak luka yang kau gores, namun tetap tak menghapus rasa ini.
Entah, berapa banyak tissue yang ku habiskan , untuk mengeringkan airmata yang mengalir karenamu.
Entah, berapa lama aku masih bisa bertahan…………………

Thursday, March 15, 2012

kutipan untukmu


I.
Takdir, juga yang mempertemukan kita, menghubungkan getaran-getaran yang pada awalnya tak terdeskripsikan, getaran yang seolah berkata “aku butuh kamu”. Hingga kita merumuskan rasa itu menjadi sebuah kebutuhan. Rasa butuh yang biasa orang sebut “sayang”.

II.
Bagaimana mungkin pria dan wanita, yang konon berasal dari planet yang berjauhan, yaitu dari Mars dan Venus, bisa saling merindukan padahal sama-sama sedang berada di bumi? Ah, pertanyaan klise itu memuakkan, memekakkan telinga. Namun apa yang lebih lumrah dari kalimat “aku rindu kamu”? Rindu yang tak berbalas. Setidaknya begitu bagiku.
Rindu yang tak berbalas membuatku terlihat gila, atau aku memang benar-benar sudah gila. Bahkan ketika seseorang yang memang dikenal lucu melucu di depan banyak orang, membuat orang-orang terbahak-bahak, tetapi tetap saja wajah dan tatapanku seperti hasil persilangan antara layar televisi, kulkas, dan dompetku. Datar, dingin, dan kosong.
Rindu yang tak berbalas itu seperti lubang hitam. Menyedot habis semua senyum, tawa, dan canda yang aku punya. Kita duduk berdekatan, tapi kita sendiri-sendiri. Sayang, surat ini tak perlu dibalas. Tetapi balaslah rinduku, maka aku akan tetap waras.

III.
Sadarkah kamu pengaruhmu begitu besar buatku? Ketika aku kecewa, sedih, bahkan marah, satu simpul senyummu bisa mengembangkan senyumku yang terkubur dalam tanah hati yang gelap

IV.
Karena orang yang jatuh cinta diam-diam, cintanya juga bisa berbalas. Balasan berupa penerimaan diam-diam, penolakan diam-diam, atau mungkin diabaikan diam-diam.

Wednesday, March 14, 2012

ITU AKU

Ribuan hari aku menunggumu
Jutaan lagu tercipta untukmu
Apakah kau akan terus begini
Masih adakah celah di hatimu
Yang masih bisa tuk ku singgahi
Cobalah aku kapan engkau mahu

Tahukah lagu yang kau suka
Tahukah bintang yang kau sapa
Tahukah rumah yang kau tuju...

Itu aku...
Coba keluar di malam badai
Nyanyikan lagu yang kau suka
Maka kesejukan yang kau rasa
Coba keluar di terik siang
Ingatlah bintang kau sapa
Maka kesejukan yang kau rasa
Percayalah...
Itu aku...

Saturday, February 18, 2012

if ..........


If I were a month, I’d be January
If I were a day of the week, I’d be Friday
If I were a time of day, I’d be 11.00 P.M
If I were a planet, I’d be Jupiter
If I were a sea animal, I’d be a Plankton
If I were a piece of furniture, I’d be a Bed
If I were a liquid, I’d be Mineral water
If I were a tree, I’d be a Manggo Tree
If I were a flower, I’d be a Rose
If I were a musical instrument, I’d be a Guitar
If I were a color, I’d be Blue
If I were a fruit, I’d be an Watermelon
If I were a sound, I’d be Bell
If I were an element, I’d be Air
If I were a food, I’d be Rice
If I were a place, I’d be Bali
If I were a taste, I’d taste like Sour
If I were a scent, I’d be White Musk Bodyshop
If I were an animal, I’d be a Bee
If I were an object, I’d be a Phone
If I were a body part, I’d be Ears
If I were a song, I’d be Welcome to My Life – Simple Plan
If I were a pair of shoes, I’d be Sneakers

Thursday, February 16, 2012

Jurnalistik


Pada suatu malam minggu (yang mana menurutku yang notabene-nya jomblo lebih bagus kalo disebut sabtu malam), aku dan adikku mengikuti acara yang digelar Kompas Muda di Polines dengan tajuk Investo.

Acara dimulai sejak hari Jumat siang hingga Sabtu malam. Karena yang punya acara adalah Kompas Muda, maka pembicaranya gak jauh2 dari dunia jurnalistik. Banyak membahas mengenai bagaimana membuat artikel yang baik, bagaimana menentukan artikel dalam suatu berita, dan bagaimana menentukan caption suatu gambar.
Hal yang terakhir disebut tadi adalah satu-satunya tema yang aku ngerti. Memang dasarnya aku gak ngerti dengan jurnalistik. Paling mentok nulis ya update status di facebook atau twitter, atau yang lebih lumayan adalah nulis blog (atau lebih tepat kalo disebut Digital Diary daripada blog).

Monday, January 30, 2012

gantungan hati


Aku masih ingat hari itu
Dua hari setelah ulang tahunku
Hari dimana kita duduk bersebelahan
Tidak banyak yang diceritakan
Tidak banyak yang dibicarakan
Tapi memandang mata itu, senyum itu, dan mendengar suara itu
Mampu menghapus semua pertanyaan yang sebelumnya sudah kususun dgn rapi
Tanya untuk sekedar memastikan hati ini
Namun aku hanya mampu tersenyum tanpa memiliki keberanian utk mempertanyakannya

Mengapa?
Karena aku takut
Takut bila tanya itu terlontar
Takut bila kemudian Kmu diam dan malah menjauh

Aku masih ingat kata-katamu : ”Aku sayang tapi aku rag pantes wae”

Sekarang,,
Sekarang sudah bulan januari di tahun yang berbeda
Sudah lebih dari 6 bulan
Masih saja seperti dulu
Masih bermain dengan api
Masih bermain dengan hati
Hanya kita dan Tuhan yang tahu permainan ini
Entah sampai kapan bisa bertahan seperti ini
Menunggumu untuk bisa tersenyum bersamaku

Andai kau tahu
Aku sudah letih menanggung rindu
Aku sudah letih menahan cemburu
Aku sudah letih mengingkari kenyataan

Tapi seperti lagu : “tapi satu ku pinta, jangan kau usaikan kita”
Yupz, replacing you is not easy

barang dari masa lampau

Liburan telah tiba.
Baru empat hari libur dirumah udah kangen kamu.
Tenang aja, postingan kali ini gak akan cerita tentang kamu kog.
Postingan kali ini hanya pengen sharing apa yang aku temuin saat bersih-bersih kamar yang mungkin udah terbengkalai lebih dari setahun.

Kayaknya emang udah jadi kebiasaan dikeluargaku, barang yang udah jarang dipake, ditumpuk di satu tempat, dan setelah bertahun-tahun kemudian baru dipilah lagi untuk diloakin.
Gara-gara beberes kamar, aku jadi nemuin beberapa barang yang dulu jadi favoritku. Salah satunya adalah :

Yupz, bener banget LINKIN PARK. Dulu sejak masih kelas 1 SMP, aku ngefans banget sama band yang satu ini. Mulai dari ngumpulin poster, gantungan kunci, bahkan sampai beli album aslinya.
Pertama kali tau Linkin Park karena waktu itu kakak kelas yang kutaksir ngefans bgt sama band ini. Mulai dari iseng2 pengen ngikutin selera music si dia, eh ternyata malah ngefans beneran ma band ini. Dan sejak saat itu, akupun berjanji akan membeli selalu membeli album aslinya. Dari mulai Hybrid Theory, Meteora, Reanimation, sampe Minute to Midnight akhirnya kebeli semua, walaupun harus ngirit uang jajan seirit-iritnya. Tapi karena perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, alhasil ketika band ini membuat soundtrack film, aku memutuskan untuk download aja dari internet karena lebih mudah dan yang pasti gratis hehehe.
Selain Linkin park, ada satu lagi yang jadi favoritku sejak jaman SMP. Yupz dulu aku seneng banget nonton balapan F1. Karena ada pembalap bernama Kimi Raikkonen yang sukses menarik perhatianku dan sukses mengubah pandanganku tentang sosok cowok yang ideal (cakep, putih, mancung). Padahal, kebanyakan orang lebih banyak yang mendukung Schumi, tapi aku tetep pede aja tuh ngfans sama Kimi. Untuk yang satu ini, aku gak pernah ketinggalan satu balapanpun. Tiap minggu sore udah standby di depan tv nungguin si Kimi ini balapan. Dari mulai dia di tim McLaren, sampai akhirnya dia jadi juara dunia F1 bersama Ferrari dan yang terakhir dia meghilang dari dunia F1. Katanya sih dia pindah ke Rally. Tapi sejak si Kimi ini menghilang dari F1, entah kenapa jadi males ntn balapan lagi. Alhasil sekarang malah udah gak pernah nonton balapan F1 lagi
Dulu di saat masih seneng banget ma F1 sampe ngebelain uang jajan buat beli posternya atau yang lebih parah adalah beli majalah F1 Racing. Kenapa parah? Karena harga satu majalah mencapai 30rb untuk anak SMP menuju SMA yang uang jajan seminggunya cuma 15rb udah termasuk uang bensin. Dan entah bagaimana caranya bisa kebeli juga tuh majalah. Tapi lama kelamaan harganya makin tak terjangkau oleh kantong, ditambah pula udah gak ada rubrik tentang Kimi Raikkonen, maka setelah lulus SMA kebiasaan beli majalah itu pun berhenti dengan sendirinya.
Dan kemaren saat bersih-bersih kamar, ketemulah dengan setumpuk majalah F1 Racing ini. Awalnya mau diloakin aja toh udah gak dipake, tapi kalo inget perjuangan buat beli majalah2 ini, gak rela untuk diloakin begitu saja. Alhasilnya majalah ini kembali ditumpuk di kamar, siapa tau pengen baca lagi (^.^)